Gambar-gambar yang disajikan dibawah ini adalah sebuah manuskrip
yang kami temukan dibekas Zawiyah Jurong Pande, yang sekarang berdiri diatasnya
Dayah at-Thahiriyah Jurong Pande, Kec. Geulumpang Tiga, Kab. Pidie, pada
Januari 2015. Naskah ini sekarang dikelola oleh PEDIR
Museum dengan Nomor inventaris MS-Pm-01-87
Naskah ini ditulis oleh Teungku Muhammad Thahir Jurong Pande
pada tahun 1325 H / 1907 M tanpa menyebutkan dimana naskah ini ditulis. Akan
tetapi naskah ini memuat informasi yang amat penting tentang dua peristiwa
besar yang berlangsung pada awal abad ke 14 H/ 20 M. Informasi tersebut yang
pertama adalah berita tetang wafatnya seorang ulama dan mujahid besar dalam
perang Aceh yaitu Syaikh Muhammad Thahir Tiro yang dilakab dengan Teungku Chik
Cot Plieng Tiro, pada tahun 1902 H. Informasi kedua adalah sebuah doa yang
dibacakan dan didapatkan dari seorang Ulama besar asal Ulee Gle, (sekarang
dalam Kecamatan Bandar Dua, Kab. Pidie Jaya) bernama Teungku di Alue Keutapang,
sebagai motorik perjuangan melawan kolonial Belanda yang ada di Aceh. Sampai
saat ini, belum banyak informasi tentang Teungku di Alue Keutapang. Akan tetapi
kami telah menemukan sekurang-kurangnya 10 teks yang menyebutkan tentang
beliau, dan salah satu teks menyebutkan bahwa nama beliau adalah Syeikh Hasan
Alue Keutapang. Naskah tersebut kesemuanya berada dalam koleksi masyarakat.
Disini, kami akan menyajikan beberapa penggalan doa dari
keseluruhan naskah berjumlah 8 halaman yang dibacakan oleh Teungku di Alue
Keutapang pada tahun 1325 H / 1907 M.
Gambar 1.
Mukaddimah yang menjelaskan bahwa doa ini berasal dari Teungku
di Alue Keutapang.
“ deunge beuget doa meuhat yang disdroe kheun, yang bak Teungku
Alue Keutapang doa nyoe phon.........”
Gambar 2.
Neubri kuat meuprang kafe sekalian ( Berikan kami kekuatan untuk
memerangi kafir sekalian)
Seutree tuhan neubri beu ek dum meulawan ( Berikan kami sanggup
melawan musuh Tuhan)
Neubri beurani hati kamoe beurangkajan ( berikan keberanian
dalam hati kami kapanpun)
Beuneupeutalo bandum kafe Hulanda al’ain ( Kalahkan semua kafir
Belanda yang terkutuk)
Lom meulakee u bak Tuhan dumna kamoe ( kami juga meminta kepada
Tuhan kami sekalian)
Beuneupeu buta bandum kafe nibak kamoe ( butakanlah sekalian
kafir akan kami)
Neubri bek deuh kalen kafe akan kamoe ( jangan engkau nampakkan
kafir akan kami)
Nibak bandum jihat yang ji mita kamoe ( di semua jihat yang
mencari kami)
Teuma kamoe pih meulakee u bak Tuhan ( kemudian kami juga
meminta kepada Tuhan)
Beuneu paroeh Kafe Hulanda sekalian ( Usirkanlah kafir Belanda
sekalian)
Kafe yang duek dalam Nanggroe Pulau Aceh ( kafir yang duduk
dalam negeri Pulau Aceh)
...
...
Gambar 3.
Teks doa tsunami dalam bahasa Arab
Gambar 4.
...
Lom meulakee bak Tuhan neubri keu kamoe( Kami juga memohon
kepada Tuhan berikanlah kepada kami)
Ureung peu binasa bandum kafe lam nanggroe kamoe ( orang
membinasakan semua kafir dalam negeri kami)
Lom neupeulheuh ateuh kafe oleh Tuhan ( juga dilepaskan atas
kafir oleh Tuhan)
Ureung peunileh yang poh Hulanda sekalian ( yang pilihan yang
membunuh Belanda sekalian)
Jeub-jeub kafe dalam bandum kapai lam laot ( tiap-tiap kafir
yang semuanya dalam kapal di laut)
Beu Tuhan peulham mate buhuek keu umpeun eungkot ( Tuhan
tenggelamkan mati jadi pakan ikan)
Lom Tuhan peu ek ie laot yang raya that ( juga Allah naikkan air
laut yang sangat besar)
Ateuh bandum kafe Hulanda duek di darat ( atas semua kafir
Belanda yang duduk di darat)
Deungan sebenar bereukat bandum ayat Qur’an ( dengan kebenaran
keberkahan al-Qur’an)
Beuneu peutren tufan ateuh dum kafe oleh Tuhan ( Allah turunkan
angin topan atas sekalian kafir oleh Tuhan)
Bala tufan Nabi Allah Nuh tuhan peukaram ( Bala topan Nabi Allah
Nuh Tuhan karamkan)
Ateuh kafe mate buhuek duem habeh lham ( atas kafir mati semua
habis tenggelam)
Pada gambar 4 inilah terdapat sebuah doa yang jarang sekali,
bahkan barangkali belum pernah ditemukan sebelumnya. Doa tersebut berisi
tentang doa agar air laut naik ke darat (Istilah sekarang ; Tsunami) dibacakan
oleh seorang Ulama Aceh 112 tahun yang lalu. Doa tersebut diperuntukkan kepada
kafir Belanda yang terkutuk, yang telah ada di Aceh sejak tahun 1873 M.
Baca juga :
https://www.mapesaaceh.com/2015/08/tahun-tahun-kepedihan.html
https://www.mapesaaceh.com/2015/11/menyeka-air-mata-teungku-chik-kuta.html
Sampai dengan saat ini, belum ditemukan bukti yang konkrit
tentang apakah pernah terjadi tsunami atau ie beuna dalam tahun 1907 atau
setelahnya di Aceh. Wallahu al-muwaffiq a’lam
*Tulisan ini disajikan untuk mengenang gempa dan tsunami dahsyat
yang melanda Aceh pada 26 Desember 2004. Telah banyak warisan kebudayaan dan
intelektual Aceh hilang, terutama dikawasan pesisir pada saat tsunami terjadi.
Mitigasi kebencanaan dan hidup damai dengan alam adalah cara untuk menjaga
warisan tersebut agar tetap bertahan sepanjang zaman.
0 Comments