Catatan Naskah milik Alm. Teungku H. Abdullah Lambaro
*Sekilas tentang Alm. Tgk Abdullah Lambaro
Tgk Abdullah Lambaro
adalah seoarang petua sekaligus orang yang alim di Lr. Teungoh, Gampong Lambaro, Kec. Geulumpang
Tiga, Kab. Pidie yang hidup pada periode abad 20. (informasi Keturunan Alm ;
Bapak Hafidz). Beliau pernah mengecap pendidikan formal di Timur Tengah pada
masa Kolonial Belanda, hal ini saya yakini selaian informasi dari ahli waris
saya pastikan karena terdapat banyak Naskah kuno dan kitab-kitab cet. Mesir,
dan Mekkah.
Pada penghujung
tahun 2014 saya mengikuti sebuah ajang pameran “ Pedir Raya Festival” di
Keuniree, Kota Sigli, pada sebuah anjungan Kecamatan, Geulumpang Baro. Kala itu
saya berjumpa dengan seorang bernama Hafidz yang banyak menukar pikiran dengan
saya tentang naskah-naskah kuno, hingga ia bercerita tentang keberadaan naskah
kuno milik kakeknya yang kemudian saya kenal Tgk Abdullah Lambaro Nafanallah
biulumihi fiddaraini amin.
Beberapa bulan
setelahnya saya bersama orang tua mengunjungi kediaman beliau dan berbincang
banyak tentang Alm, hingga kami dipersilakan membuka lemari tua yang berisikan
puluhan kitab berbahasa arabmilik alm dan diantaranya terdapat enam naskah kuno
dan 1 Mushaf yang sudah dalam keadaan termakan rayap dan lapuk. Kami perlahan-lahan
membuka tiap lembar naskah tersebut dan kami menemukan beberpa lembar catatan
yang terselip salah satunya adalah catatan naskah yang akan saya uraikan
dibawah ini.
Singkatnya
kami dihibahkan dua naskah untuk kami rawat dan sisanya kembali ia simpan
didalam lemari tersebut.
*Singgungan ke Naskah
Dalam masyarakat
Aceh dikenal banyak istilah untuk menakar kadar ukuran sesuatu baik itu luasnya
tanah, berat timbangan, dan lain sebagainya. Istilah-istilah tersebut masih
digunakan sampai saat ini seperti; sideupa, siatoet aneuk jaroe, si Ndie, sicupak,
si kay, si kuyan, si rantee dan lain-lain.
Berikut lembaran Manuskrip kuno Aceh yang memuat tentang
luas tanah sawah :
[1] Umeng sinyak Makam pada bineh lueng besar
[2] empat gantang bijeh kelarnya Keu Teungku Petua
[3] Pante sepuluh rupiah tiga puluh peng jua adanya
[4] Dan umeng sinyak Kaoy bak ikue lueng mate
[5] Tiga gantang bijeh kelarnya Keuteungku Petua Pante
[6] Tujuh rupiah sepuluh peng jua adanya ‘’
Kata Teungku
Peutua Pante yang dinukilkan pada lembaran manuskrip ini saya bagi dalam dua
kemungkinan :
Pertama saya meyakini
orang yang dimaksud Petua tersebut tidak
lain ialah Alm. Teungku Abdullah Lambaro. Hal ini dikarenakan karena menimbang
status alm di gampong Lambaro adalah sebagai Petua sekaligus tokoh agama. Kemungkinan
yang kedua bisa pula yang dimaksud bukan beliau karena dalam masyakarat Aceh
gelar petua bukan hanya disandang oleh seorang saja di gampong melainkan
digunakan oleh tiga sampai enam orang. Akan tetapi segala sesuatu butuh penyelidikan
selanjutnya dan tidak bisa serta merta diputuskan secara sepihak.
Wallahu A'lam Bishawab Wa Ilaihil Mashir Wal Ma’ab
Wallahu A'lam Bishawab Wa Ilaihil Mashir Wal Ma’ab
Konveksi :
Sigantang ( 1 Gantang) = 2 are
1 Gantang = 1250
M :8
= 156
M
4 Gantang = ½ naleh
= 1250 m
0 Comments