Tulisan Arab-Jawi bisa dibuktikan eksistensinya secara empirik
sejak dari masa Kerajaan Samudra Pasai berlanjut kepada kerajaan Aceh
Darussalam hingga sampai sekarang. Bukti bukti tersebut masih dapat kita
saksikan sekarang seperti halnya peninggalan Naskah kuno (Manuskrip).
Karya-karya intelektual Aceh terdahulu telah memberikan suatu
fakta tentang keberadaan dan peranan bahasa melayu(jawi) di negeri bawah angin,
seperti Hamzah fansuri yang sangat berperan aktif
dalam mempoplerkan bahasa jawi sehingga di kenal luas karya-karya nya hingga di
Jawa, Kalimantan, Sulaweisi bahkan ke Malasyia, Pattani, Brunei Darussalam.
Juga sama halnya seperti Syekh Abdurrauf Al Jawi Fansuri, Syamsuddin Sumatrani,
Faqih Jalaluddin Al Asyi, Muhammad Zain yang dalam karya mereka telah
menyinggung banyak tentang peranan bahasa Jawi terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan serta persatuan dan kesatuan.
Dinamika tulisan Arab-Jawi
sebagaimana tergambar dalam periodisasi kesejarahan telah memberikan kesadaran
tentang eksistensinya dalam kultur masyarakat Aceh. Selanjutnya juga perlu kita
ingat dan lihat bagaimana eksistensinya dalam kesadaran masyarakat, termasuk
kita sekarang. Oleh karena itu, secara ontologis, tulisan Arab-Jawi sebagai
objek kajian bisa dilihat dari aspek historisitas yang terus mengalami
perubahan, kedua aspek kesadaran yang bersifat tetap.
Namun pengetahuan tentang eksistensinya saja tidak cukup untuk
dijadikan dasar pertimbangan bagi penentuan sikap ke depan. Sebab nilai
pentingnya berkaitan erat dengan lingkungan akademik yang umumnya terbiasa
dengan huruf latin. Dari itu sangat diperlukan ada nya suatu kajian
komprehensif terhadap dinamika tulisan Arab-Jawi,
FotoManuscript :Tgk Mukhlis Caleu Collections
0 Comments